Kajian Sejarah kekancingan babad kesultanan Banten........

Gambar mungkin berisi: 1 orang, berdiri
Kuriling Kincir

KAJIAN SEJARAH KEKANCINGAN BABAD KESULTHANAN BANTEN.

Tahun berapa Maulana Hasanuddin mulai memimpin Banten dan mendirikan kesulthanan Banten ? Ternyata pertanyaan sederhana ini secara tepat, tidak bisa dijawab sederhana karena ada beberapa kronologi proses waktunya yang terkait dengan detail penggunaan gelar Panembahan, sebagai Bupati sebagai Raja dan penggunaan gelar Sultan pada bentuk Kesulthanan di Banten.

Eyang Maulana Hasanuddin menurut naskah nagarakretabhumi lahir di tahun 1478. Menurut Babad Banten / Sajarah Banten pada usia 27 tahun, bliau dinikahkan dengan putri sultan demak (Ratu Ayu Kirana Purnamasidhi putri Raden Patah Demak), pernikahan berlangsung di Demak, kedua mempelai selama 4 bulan berada di Demak, baru kemudian ke Cirebon. Di Cirebon, Maulana Hasanudin saat itu dinobatkan dengan gelar "Panembahan Surasowan" setelah itu bersama istrinya ke Banten dan melanjutkan pekerjaan peng-Islam-an di Banten.

Ini berarti sejak tahun 1505 eyang maulana Hasanuddin sudah dinobatkan sebagai pemimpin di Banten. Hanya saja karena politik kepemimpinan Islam belum dominan di Banten, masih ada status quo kepemimpinan nusantara non muslim di Banten.. maka eyang Hasanuddin tahun 1505 adalah sebagai pemimpin komunitas masyarakat Muslim di Banten dan pemimpin dakwah penyebaran Islam di Banten.

Pengaruh Politik Islam menguat di Banten baru pada tahun 1526, di mana tanggal 8 Oktober 1526 pasca keberhasilan kepemimpinan Islam akan pemerintahan wilayah Banten, eyang Maulana Hasanuddin memindahkan pusat pemerintahan akan wilayah Banten dari wilayah Banten Girang ke Banten Pesisir dan menjadi Raja Bupati / Panembahan, masih tetap di bawah otorisasi Kesulthanan Demak. Masa ini politik Islam sudah menguat dan kepemimpinan politik di Banten sudah beralih kepada pemerintahan Islam. Perlu proses waktu bagi Kerajaan Banten untuk berdiri independen, hal tersebut terjadi di tahun 1552 kala terjadi kekisruhan politik di Demak, lantas Banten terpisah dan berdiri sendiri. Awalnya sebagai Kerajaan Islam, Raja Banten tidaklah bergelar Sulthan tapi Panembahan alias Maulana dalam bahasa arabnya..

Bentuk Kesulthanan pada Banten dimana rajanya bergelar Sultan, terjadi baru di tahun 1638 pada Raja pemerintahan Islam ke-4 Banten yang mendapat gelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qodir dari Syarif Zeid Al-Hasani Mekah di bawah otorisasi khilafah Turki Utsmani masa pemerintahan Sulthan Murod 4. Afiliasi tersebut hasil loby dari Duta Besar Kesulthanan Banten Pangerang Wangsaraja / P. Wangsakara / P. Aria Tangerang I / P. Wiraraja II cucu dari Prabu Geusan Ulun Sumedang. Afiliasi antara Banten dengan Mekah dan Turki ini berakhir di tahun 1683 pasca kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa, sebagai akhir masa kedaulatan penuh Kesulthanan Banten.

Selanjutnya Kesultanan Banten sudah dalam keadaan dibawah penjajahan VOC Belanda sampai di tahun 1800 diambil alih dibawah pemerintah Kerajaan Belanda. Tahun 1809 benteng Surasowan dihancurkan Daendels, sultan di Banten berikutnya diturunkan statusnya sebagai Bupati yang wilayahnya hanya sebatas wilayah Serang sekarang (kabupaten dan kota Serang). Tahun 1811 Banten dibawah pemerintahan penjajah Inggris sampai tahun 1816, kembali dijajah Belanda sampai tahun 1832 dibubarkan sepihak oleh pihak penjajah Kerajaan Belanda.

Dari sini ternyata kepemimpinan Islam di Banten sudah ada dari tahun 1505 (ini yang belum pernah ditulis para sejarawan ttg Banten umumnya langsung menulis tonggak kepemimpinan Islam di Banten mulai di tahun 1526), namun berproses dalam berbagai bentuk, pemerintahan di tahun 1526 sebagai kerajaan kebupatian di bawah Demak dan tahun 1552 sebagai tonggak berdirinya pemerintahan ke-Islam-an independen Banten dan dalam bentuk Kesultanan di bawah afiliasi Khilafah Utsmani di tahun 1638.

By : Nur Fadil Al-Husaeni Al-Bantani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar