profil sejarah julukan kota cianjur

   
Profil sejarah julukan kota cianjur - Cianjur adalah nama sebuah kota kecamatan di Tatar Pasundan provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota kecamatan ini merupakan ibu kota Kabupaten Cianjur.

Cianjur pertama kali didirikan oleh Aria Wirata Nudatar dalam legenda masyarakat Cianjur, Kanjeng Dalem Aria wiratnudatar ini adalah Dalem (Bupati) petama sekaligus juga sebagai penyebar Agama Islam di Cianjur. Makam pendiri Cianjur saat ini sering dikunjungi oleh orang-orang baik dari dalam Kabupaten Cianjur maupun sekitarnya. Cianjur juga terkenal dengan manisan, beras yang wangi dan pulen dan juga makanan ringan lainnya, juga terkenal dengan tauco. Cianjur berhawa dingin disebelah utara dan sedang di sebelah selatan. Di sebelah utara berbatasan dengan Bogor, di selatan dengan Samudra Indonesia, di barat berbatasan dengan Sukabumi, di timur dengan Bandung dan Garut, dan di timur laut dengan Purwakarta. Di dalam daerah Cianjur terdapat Kota Bunga yang sering dikunjungi warga Jakarta untuk melepas lelah.


Salah satu istana keperesidenan terletak di Cianjur tepatnya di Cipanas, kecamatan di Cianjur terdiri dari. Cikadu,Sukaresmi,pagelaran, Cilaku, Warungkondang, Mande, Karang Tengah, Pacet, Cikalong Kulon, Cidaun, Sindang Barang, Naringgul, Cibeber, Campaka, Ciranjang, Bojongpicung, Sukanagara, dan Tanggeung.

Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur lahir sekitar tahun 1677 di mana wilayah Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai sehingga mendapat julukan KOTA SANTRI.

cianjur kota apa profil kabupaten cianjur berita cianjur sejarah cianjur julukan kota cianjur peta wilayah kabupaten cianjur kabupaten cianjur tempat wisata bupati cianjur
Logo Cianjur jago
Akhir-akhir ini Daerah Cianjur diwarnai dengan kata “CIANJUR JAGO”. Dari mulai kaos, mug, kalendar bahkan sampai mobil pun dihiasi logo seperti diatas.
Ayam jago merupakan ikon Kabupaten Cianjur. Ditambah dengan 3 pilarnya yaitu maos, mamaos dan maenpo.

Banyak orang yang belum tahu apa makna dari logo tersebut
Dilansir dari sebuah sosial media dengan nama irm_institute berikut makna nya :

“Jago” dalam kamus bahasa Indonesia berarti, ayam jantan, calon utama,orang yg terkemuka; pemuka; penganjur: juara; kampiun.

di atas rata-rata, mempunyai keunggulan, memiliki sifat kuat, tahan banting, berkarakter, serta memiliki mental yang tangguh dalam menghadapi tantangan, sekaligus memiliki sikap cepat, cermat, dan inovatif dalam merespon keadaan.
Sedangkan ‘Jagoan’ adalah orang yang memenangkan perlombaan, atw bisa mengalahkan lawan, menegakan keadilan, serta manusia unggulan yang dijadikan tumpuan serta panutan bagi kaum lemah dalam menghadapi segala tantangan.
Jagoan pasti mengandung makna fisik, psykis, sosiologis, atau bahkan politis.
Menafsir kata ‘Jago’ secara filosofis dlm konteks Ke-Cianjuran, bisa kita lihat dalam 3 pilar budaya adiluhung yakni ‘ngaos, mamaos, dan maenpo’.
Kondisi masyarakat cianjur yang tergambar dari 3 pilar budaya tersebut, menunjukan keseimbangan antara olah jiwa, olah rasa, dan olah raga.
Keseimbangan tersebut tercermin dari masyarakat nya yang ramah, tenggang rasa, toleran, saling membantu, menjungjung tinggi keindahan,
pelestari alam, pekerja keras dan memiliki ketaatan terhadap ajaran agama.

Slogan ‘Cianjur Jago’ bisa di tafsir juga dalam konteks ekonomi, paradigma yg dipakai bisa mengunakan parameter yang terukur serta bisa tercermin dari kondisi sosial masyarakatnya.

IRM berupaya makasimal mengejar target peningkatan daya beli, rata rata pendapatan rumah tangga, pemerataan pendapatan,erapan tenaga kerja, serta pertumbuhan ekonomi Cianjur yg meningkat dari tahun ke tahun.Data BPS memperlihatkan, penyumbang terbesar terhadap PDRB Cianjur adalah sektor pertanian, lalu perdagangan, parawisata(hotel dan restoran), jasa-jasa dll.

Melihat kondisi di atas, perbaikan infrastruktur merupakan hal prioritas.Infrastuktur jalan yang baik bisa memudahkan, mempercepat, dan menghubungkan sentra produksi ke pasar. dg jalan yang baik juga bisameningkatkan kunjungan dan membuka destinasi wisata baru.

Bidang insfraturktur lain misalnya perbaikan irigasi dan pembuatan embungjuga bisa membantu produktifitas hasil pertanian meningkat.Peran pemerintah juga sangat besar terhadap pelayanan dan penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dan kesehatan adalah penopang dari sumber daya manusia yang unggul. Menekan angka kematian ibu hamil dan balita atau angka harapan hidup (AHH), penyediaan dan pemerataan faskes sampai ke pelosok
adalah upaya untuk menikatkan kualitas hidup masyarakat.

Di bidang pendidikan IRM konsern terhadap isu startegis soal Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), indicator itulahyg dijadkan acuan terhadap kinerja pelayanan pendidikan, selain pemerataan fasilitas serta akses pendidikan.

Di bidang sosial keagamaan, sedang di galakan berbagai gerakan melalui berbagai program untuk me Refresh pemahaman dan meningkatkan kembali semangat keberagamaan.

Jadi slogan ‘Cianjur Jago’ yang sedang digelorakan bukan slogan tanpa makna, tetapi pesan yg dijadikan sumber inspirasi bagi aparaturmemperbaiki kinerja pelayanan serta sumber inspirasi masyarakat untuk melakukan hal yang terbaik demi Cianjur yang lebih maju dan agamis.



cianjur kota apa profil kabupaten cianjur berita cianjur sejarah cianjur julukan kota cianjur peta wilayah kabupaten cianjur kabupaten cianjur tempat wisata bupati cianjur
Tugu mamaos cianjur


 
 Bumi Ageung, Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan di Cianjur Kompas.com - 10/10/2019, 14:00 WIB BAGIKAN: Komentar Lihat Foto Bumi Ageung tampak depan, merupakan salah satu tempat bersejarah di Cianjur.(KOMPAS.com / Gabriella Wijaya) Penulis Yana Gabriella Wijaya | Editor Wahyu Adityo Prodjo CIANJUR, KOMPAS.com - Terlihat seperti rumah biasa, tetapi Bumi Ageung adalah salah satu cagar budaya dan bangunan yang bersejarah di Kota Cianjur. Bumi Ageung yang terletak dihimpit oleh pertokoan ini menjadi salah satu saksi bisu perjuangan rakyat Indonesia di Cianjur untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaannya. Baca juga: Sado, Delman Khas Cianjur Kompas.commengunjungi Bumi Ageung dalam acara 'Perempuan Penggiat Ekonomi' Permata Bank, Rabu, 9 Oktober 2019. Bumi Ageung artinya "rumah besar" yang berada di daerah Cikidang , Cianjur. Rumah milik Bupati Cianjur ke 10, yang menjabat pada periode 1862-1910 (48 tahun). Lihat Foto Raden Adipati Aria Prawiradiredja II, Bupati ke 10 Cianjur yang mendirikan Bumi Ageung sebagai tempat peistirahatan.(Kompas.com / gabriella wijaya) Rumah bernuansa vintage itu dibangun pada tahun 1886 sebagai rumah peristirahatannya. Pada tahun 1910 Bumi Ageung diwariskan kepada putrinya, yakni Raden Ayu Tjitjih Wiarsih. Pada masa lalu, rumah ini berperan penting dalam kemerdekaan. Bumi Ageung digunakan sebagai tempat perumusan pembentukan tentara PETA yang dipimpin oleh Gatot Mangkoepradja di tahun 1943 samapi 1945. "Gatot Mangku Pradja, pendiri tentara Peta, pernah melakukan pertemuan di dalam rumah ini, pertemuan tersebut sebagai ajang mengatur strategi tentara PETA," jelas Rachmat Fajar pewaris Bumi Ageung sekaligus keturunan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II pendiri Bumi Ageung, saat ditemui di Bumi Ageung, Cianjur Jawa Barat, Rabu, (09/10/2019). Baca juga: Melihat Proses Pembuatan Tauco Tertua di Cianjur Tokoh seperti Gatot Mangkoepradja pendiri PETA, Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air sempat melakukan rapat perencanaan untuk menyusun strategi dalam meraih kemerdekaan Indonesia di rumah berwarna hijau ini. Lihat Foto Fajar keturunan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II menjelaskan prabotan makan yang berada di Bumi Ageung.(Kompas.com/ gabriella wijaya) Rumah ini juga pernah diambil alih oleh Jepang karena dinilai sebagai ancaman bagi pergerakan mereka. Hal itu membuktikan bahwa rumah yang terletah di pusat kota Cianjur ini memiliki peranan penting bagi pemerintahan Indonesia pada zaman perjuangan. "Jadi waktu tahun 1946 sampai 1948 terjadi pengungsian besar-besaran keluarga besar kami dari Bumi Agung ini ke Kuningan, dan ke Cianjur Selatan karena target sasaran bom rumah ini, karena sering menjadi tempat perundingan," papar Fajar. Datangnya pasukan Jepang untuk mengambil alih, menimbulkan beberapa banyak barang yang rusak. Namun, barang-barang yang ada didalam Bumi Ageung sempat diselamatkan oleh warga sekitar dan dapat dipamerkan hingga saat ini. Isi rumah yang masih bertahan dari awal didirikan hanya 20 persen. Baca juga: Sate Maranggi Legendaris di Cianjur Ini Terjual 3.000 Tusuk Setiap Hari, Ini Rahasianya... Pada tahun 2010 Bumi Ageung ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Nasional bedasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Pengelolaan Bumi Ageung saat ini dilakukan oleh generasi kelima dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II. Bumi Ageung masih dikelola oleh pihak pribadi yaitu keturunan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II. Masyarakat yang ingin hadir dalam museum ini tidak dipungut biaya dan gratis. Bumi Ageung berada di Jalan Mochamad Ali, Kelurahan Solokpandan. Bumi Ageung menyimpan benda-benda bersejarah seperti sepeda yang pernah ditunggangi Bung Karno, Alat makan dari Raden Adipati Aria Prawiradiredja II serta menu makanannya, foto-foto tempo dulu Bumi Ageung, dan juga menyimpan nilai sejarah yang besar bagi kota Cianju


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengunjungi Bumi Ageung, Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan di Cianjur ", Klik untuk baca: https://travel.kompas.com/read/2019/10/10/140000727/mengunjungi-bumi-ageung-saksi-bisu-perjuangan-kemerdekaan-di-cianjur-.
Penulis : Yana Gabriella Wijaya
Editor : Wahyu Adityo Prodjo

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

 

Masjid Agung Cianjur Tempo Dulu
KabarCianjur-Jln. Siti Jenab;Sedikitnya 200 foto Cianjur tempo dulu berhasil didapat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kab. Cianjur dari negeri Belanda. Dari jumlah tersebut baru 50 foto yang sudah diperbanyak dan sebagian diantaranya terpampang di gedung musium Cianjur.

Kepala Disbudpar Kab. Cianjur, Himam Haris mengaku, untuk mendapatkan foto-foto Cianjur masa lampau itu tidaklah mudah. Karena dokumen yang ada tersimpan di negeri Belanda. "Memang ada orang khusus yang berangkat ke Belanda untuk mendapatkan foto-foto tentang Cianjur masa lalu itu," kata Himam Haris, Senin (6/2).
Dikatakan Himam, foto-foto yang berhasil didapat tersebut bukanlah foto aslinya melainkan hasil repro. Karena kondisi foto asal sudah dalam kondisi sangat rentan terjadinya kerusakan. "Memang semuanya hasil repro, paling tidak dengan kita memiliki dokumen foto-foto itu bisa menjadi bahan sejarah," katanya.
Foto-foto yang behasil diambil hasil repro dari negeri Belanda itu terdiri dari berbagai lokasi. Ada diantaranya tentang masjid Agung, pendopo Pemkab Cianjur, istana Cipanas, stasiun kereta api sampai tempat-tempat diperbatasan Cianjur juga berhasil didokumentasikan.
"Cerita sejarahnya foto-foto itu diambil sekitar tahun 1890 masehi, berarti sudah sangat lama sekali. Beruntung kita masih bisa mendapatkannya, tinggal sekarang bagaimana merawat foto-foto itu bisa menjadi salah satu objek sejaran Cianjur," katanya.
Tidak hanya foto yang berhasil dibawa dari negeri Belanda terkait Cianjur tempo dulu, beberapa lukisan juga berhasil didapatkan. "Jika masyarakat ingin melihat koleksi foto sejarah itu bisa melihat langsung ke gedung musium, hanya saja belum semuanya bisa diperbanyak. Saat ini kami baru bisa memperbanyak sekitar 50 koleksi foto bersejarah itu," tegasnya.
Secara terpisah Ketua Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC), Denny Rusyandi mengungkapkan, di dalam gedung musium Cianjur saat ini sudah ditata sedemikian rupa tentang aset sejarah Cianjur. "Kami bersama Disbudpar dipercaya untuk mengelola musium,sehingga kami berupaya apa yang ada dialam musium itu memang benar-benar bersejarah bagi Cianjur," kata Denny.
Salah satu tujuanya adalah untuk mengingatkan warga Cianjur agar tidak melupakan sejarah. Banyak hal yang bisa diketahui dari apa yang terdapat didalam musium. "Ternyata Cianjur itu memiliki sejarah yang luar biasa, pernah menjadi ibu kota Priangan, bahkan Wirnata Kusumah yang mendirikan Bandung itu sebelumnya pernah menjadi bupati Cianjur, itu sejarahnya ada didalam musium," katanya.
Tidak hanya itu, banyak sejarah tentang Cianjur yang belum tentu diketahui oleh masayarakat Cianjur itu sendiri. Salah satunya Cianjur tempo dulu merupakan penghasil kopi terbesar di Jawa Barat. Tidak hanya itu dari 230 seni dan budaya di Jawa Barat, 170 diantaranya berasal dari Cianjur.
"Inilah saat ini yang menjadi tugas kami bagaimana menggali, memelihara, membina, mengembangkan dan melestarikan aset budaya ini. Masih ada benda sejarah yang berasal dari dalem Pancaniti berupa Kecapi Gelung Putih yang diduga saat ini masih tersimpan di salah satu musium di Belanda. Butuh diplomatik antar negara untuk mendapatkanya," kata Denny.
Pihaknya mengakui semua benda bersejarah Cianjur tempo dulu didapatnya dari beberapa musium di negeri Belanda. Salah satunya dari musium Troopen Belanda. "Masih ada aset sejarah Cianjur dibeberapa musium di Belanda, dibutuhkan diplomatik antar negara bila ingin mengambilnya," paparnya (KC-02)***.

 

Ini Dia Asal Muasal Sejarah Ada Badak Putih dan Nama-nama Wilayah di Cianjur

Foto: Flickr/net

RADARCIANJUR.com-Banyak nama-nama tempat di Cianjur seperti Muka, Sayang, dan lainnya.

Itu ternyata diambil dari sejarah dulu ketika Eyang Dalem Cikundul mendapat tugas dari penerus Syeh Syarif Hidayatullah untuk mendirikan kerajaan kecil di wilayah kosong bekas wilayah Pajajaran.

Penjaga makam Cikundul, Acep mengatakan, sebelum mendirikan Kabupaten Cianjur ia sering berdzikir di kawasan Sagalaherang, Subang.

Saat berangkat ia hanya diberi petunjuk untuk mendirikan kerajaan di kawasan selatan sebelah barat. Petunjuk lainnya adalah wilayah yang harus dijadikan kerajaan itu sering dijadikan tempat mandi hewan badak berwarna putih.

“Kini sumur tempat mandi hewan badak putih masih ada di dekat pegadaian,” katanya.

Acep mengatakan, setelah mendapat petunjuk tersebut Eyang Dalem Cikundul akhirnya menemukan tempat pemandian badak putih.

Lalu ia membawa pasukan dan sekitar 500 keluarga ke tempat tersebut. Dalam perjalanan membawa pasukan, ada beberapa nama yang hingga kini masih dipakai nama wilayah di Cianjur, di antaranya Muka yang berarti Eyang Dalem Cikundul bersama pasukannya mula membuka wilayah Cianjur, Rancabali saat menemukan kawasan rawa lalu pasukan balik lagi, Sayang Heulang dimana pepohonan tinggi dan banyak tempat burung Elang menetap, Salakopi dimana para pasukannya bersama keluarga memetik biji kopi sebagai perbekalan, dan pamoyanan tempat berjemur.

Sekitar tahun 1691-1692 Masehi berdirilah secara resmi negeri Kerajaan Cianjur yang merdeka dan berdaulat penuh, dipimpin Raden Aria Wiratanu Datar.

Ia diberi tugas menyebarkan agama Islam di wilayah Cianjur, Sukabumi, dan sebagian wilayah Bogor. Memasuki usia lanjut kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya yang bernama raden Aria Wiramanggala yang bergelar Raden Aria Wiratanu Datar Tarikolot.

Di masa usia lanjutnya Eyang Dalem Cikundul berangkat menuju arah Utara lalu mendirikan perguruan Islam di wilayah Cikalongkulon. Tahun 1692- 1695 Masehi Eyang Dalem Cikundul tutup usia dan kemudian disemayamkan di bukit pasir Gajah, Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalongkulon.

“Ada ciri-ciri yang saya dengar tentang Eyang Dalem Cikundul, sejak kecil sekitar umur tiga tahun ia mempunyai kegemaran naik ke atas bukit dan menghadap ke arah kiblat seolah-olah merenung dengan mata yang menerawang. Gaung suaranya sangat terkenal sekalipun berbisik maka dapat didengar oleh orang yang dipanggil,” katanya.

Lanjut Acep, Eyang Dalem Cikundul yang sempat beristri bangsa Jin saat bertafakur di Sagala Herang selama 40 hari.

“Eyang diperistri Nyai Tina Dewisrina yang merupakan wujud dari tiga Jin bernama Arum Wangi, Arum Endah, dan Arum Sari putri dari Raja Jin Islam Syeh Zubaedi di negeri Batu Agung, Tengger Agung, Sagala Herang, Subang,” katanya.

Dari Nyai Tina Dewisrina Eyang Dalem Cikundul mendapat tiga putera yakni Raden Suryakencana yang dititipkan di Gunung Gede, Raden Sukaesih Carancang Kancana yang dititipkan di Gunung Ciremai, dan Raden Andaka Wirusajagat yang dititipkan di Gunung Kumbang, Karawang.

“Untuk menghormati Raden Suryakencana dari Gunung Gede hingga saat ini sering digelar kuda kosong jika masuk ke hari jadi Cianjur. Ia dikenal sebagai penjaga Kabupaten Cianjur. Tak heran meski kudanya kosong tapi selalu terlihat kelelahan, beberapa keturunan Eyang saja yang masih bisa menghadirkan Raden Suryakencana yang masih keturunan Jin Islam,” pungkasnya.

(radar cianjur/dil/may)

Situs Pasir Gao’ (Sindang Barang, Cianjur Selatan)

7°26’8.78″S, 107° 6’13.25″E

Telusur Situs,13 Januari 2016, Ditemukan situs yang oleh orang kampung lokasinya di sebut “Pasir Gao’ “, menuju ke lokasi : dapat ditempuh dari Cianjur – Cibeber – Campaka – Sukanagara – Cibinong —- Sindang Barang – ke (arah barat) ketemu jembatan sungai Ci Sadea — ketemu Jembatan sungai ambil jalan ke kanan di tepi sungai sebelum menyebrang jembatan – lurus ke Utara sekitar 3 km jalan sangat terjal dan berbatu dan sempit (mobil biasa jangan maksa ke sana, mending jalan kaki), lalu menyebrang jembatan anak-anak sungai sampailah di warung di bawah kiri jalan.

Dari Warung tersebut menuju ke lokasi, pengunjung menyeberangi sungai kecil yang kalau musim kemarau tidak berair (kering) berpasir, dari sini dilanjutkan melintas pematang sawah masyarakat dan sampailah di tepi bukit yang namanya “Pasir Gao’ ” tidak ada jalan setapak menuju ke puncaknya. Dengan menerabas semak-semak yang kadang berduri (lebih baik bawa golok untuk buka jalan), hingga puncak bukit/pasir memakan waktu 30 menit sampailah di dekat pohon Kiara di sisi Timur Dataran puncak bukit dan Pohon Gempol di sisi Barat dataran puncak bukit. Di dataran puncak diantaranya oleh penguasa tanah di tanami pohon jati yang cukup rapi. Di dataran puncak di bawah pohon2 jati yang baru setinggi 2 meteran terlihat sangat rapi tertutup rumput berduru (sejenis vegetasi putrimalu) tetapi tidak hidup dengan subur (kerdil), hanya hidup melapisi batuan yang lapuk (jangan dicabut keras dan berduri).

Setelah melakukan pengamatan sekilas dengan terbatasnya waktu ditemukan batu besar (hanya satu) panjang 1,5 m tinggi 1 m dan lebar 1 m, dari batu tersebut menghadap ke utara nampak jajaran batu kapur yang tersusun berundak (batu kapur tersebut berasal dari bukit setempat yang merupakan bukit kapur, pemanfaatan bangunan dari batu kapur masih berlanjut hingga kini oleh masyarakat kampung. Di bawah pohon Gempol terdapat serupa makam, oleh orang kampung sering untuk sesajian. Kadang ada yang datang dari Banten, Bandung menuju makam ini dan tidak tahu menahu bahwa itu suatu bangunan besar (punden berundak).

  1. pasir gao dikelilingi sawahPasir Gao’ (Bukit)

P SG3 Jalan desalokassi Pasir Gao' jalan menuju pasir gao

 

 

 

batu kapur bukti budaya berlanjut

jalan pematang sawah menuju pasir Gaobang onen, sampai perbatasan sawah dan pasirbatu besar satu-satunya di pasir gaofitur yang sambung sinambungjejak bangunan di pasir gaovegetasi putri malu kerdil

 

 

 

 

 

 

 



 

Makam Penyebar Islam di Cipanas Tak Terawat, Begini Kondisinya

Makam Karomah Eyang Jamhar. FOTO: DADAN SUHERMAN/ RADAR CIANJUR

RADARCIANJUR.com – Makam Karomah Eyang Jamhar yang menjadi salah satu makam keramat di Kampung Tarigu, Desa Sindanglaya, Kecamatan Cipanas, kondisinya kurang terawat akibat keterbasan dana. Hal tersebut dikeluhkan warga, yang memang akhir-akhir ini para peziarah yang datang sudah mulai ramai kembali.

Fasilitas pendukung seperti akses jalan dan tempat berkumpul para peziarah juga masih belum dibangun, bahkan jauh dari kondisi layak untuk para pengunjung. Untuk menuju ke situs bersejarah tersebut hanya bisa dilintasi dengan cara berjalan kaki, karena jalan masuk menuju ke makam hanya berupa batasan kebun milik warga.

Kuncen yang sekaligus warga Kampung Tarigu Jajang (50) mengatakan, ingin adanya perhatian dan bantuan dari pemerintah setempat. Karena makam tersebut merupakan salah satu makam keramat di Cipanas.

“Jalan masuk dari tepi jalur Mariwati berada di pinggir saluran irigasi dan hanya cukup untuk sepeda motor. Itupun mesti disimpan di rumah warga, karena untuk menuju ke makam mesti berjalan kaki,” kata Jajang saat ditemui dirumahnya, Minggu (14/7).

Bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan seperti mobil dan motor, tidak bisa langsung menuju makam, harus berjalan kaki sekitar 100 meter menuju ke lokasi makam. “Makam keramat sendiri berada di ‘Lebak Pasir’ (turun bukit, red) sehingga harus jalan kaki dari depan gapura Kampung Tarigu sekitar 100 meter,” jelasnya.

Ia mengatakan, para peziarah yang datang pun sudah mulai ramai. Bahkan setiap malam Senin dan malam Jumat yang bertepatan dengan kliwonan, lokasi makam sering dipenuhi puluhan peziarah dari berbagai daerah.

Menurut Jajang, Eyang Jamhar merupakan generasi pertama di wilayah Kampung Tarigu, Desa Sindanglaya yang menjadi penyebar Islam di wilayah Cipanas.

“Eyang Kobul diperkirakan hidup pada abad ke-17 Masehi dengan menyebarkan Islam di sekitar Sindanglaya, Cipanas, Balakang, dan perbatasan Cibodas saat ini,” kata dia.

Aktivitas kunjungan umumnya untuk berziarah sekaligus berdoa, berzikir, dan meminta karomah dari sang pencipta dengan langsung datang ke makam Eyang Jamhar. Kendati belum terlalu banyak dan setiap hari, tetapi peziarah yang datang justru dari luar daerah Cipanas.

“Kalau yang berziarah itu cukup banyak, bahkan beberapa dari luar kota seperti Sukabumi, Banten, Cikalong, dan wilayah luar Cipanas juga sering datang,” kata Jajang.

Senada diucapkan Ustadz Jaira, Tokoh Agama di Kampung Tarigu menginginkan segera ada kucuran dana bantuan dari pemerintah setempat. Karena makam ini dinilai cukup bisa berdampak pada potensi ekonomi warga.

“Kan kalau sudah difasilitasi dari segi akses jalan, serta tempat yang layak di dekat makam, InsyaAllah kedepannya makam keramat ini akan lebih ramai dikunjungi peziarah,” kata ustadz.

Sementara ini, dikatakan Ustadz, makam Eyang Jamhar tersebut banyak didatangi untuk meminta karomahnya. Bahkan beberapa peziarah ada yang sampai bermalam, karena dianggap bisa memberikan sesuatu yang lebih berkah.

“Jika misalnya ada informasi menyimpang yang menyebutkan situs makam Eyang Jamhar ini untuk sesuatu yang mistis, itu tidak benar. Karena mengunjungi makam ini betul-betul untuk berziarah dan mendoakan ulama terdahulu, bukan untuk mencari kekayaan,” tuturnya.


 Gedung Ampera atau dikenal Gedung Dewan Kesenian Cianjur (DKC) merupakan salah satu tempat bersejarah di Cianjur. Gedung ini memiliki perjalanan sejarah yang menarik untuk dibahas. Luki Muharam seorang sejarawan Cianjur memaparkan, pada awalnya Gedung tersebut selesai dibangun sekitar tahun 1950-an. Baca juga: Uniknya Sate Maranggi Cianjur, Dimakan Bersama Ketan dan Nasi Kuning Gedung ini dibangun dengan dana pribadi Teng Tjai, anggota persekutuan China Hokkian. Awalnya, gedung ini berfungsi sebagai sebuah sekolah dasar untuk anak-anak keturunan China di Cianjur. Saat peristiwa G30S/PKI pada tahun 1966, gejolak politik Indonesia mulai memanas. Teng Tjai yang merupakan keturunan Tionghoa, dianggap sebagai bagian Republik Rakyat China (RRC) atau pro komunis. "Tahun 1966 saat gejolak politik pasca G30/PKI , KAMI/KAPPI Cianjur merebut gedung tersebut dan menutup sekolah ini yg diduga berhubungan erat dengan RRC," jelas Luki di sela-sela kunjungan ke Gedung Ampera, Cianjur, Selasa (8/10/2019). Gedung tersebut selanjutnya menjadi markas KAMI (kelompok Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan  KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Bangunan ini pun kemudian disebut Gedung Ampera atau singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat. Baca juga: Melepas Penat di Cianjur, Coba Mampir ke Saung Sarongge   Lihat Foto Bagian luar dari Gedung Ampera di Jl. Suroso, Solokpandan, Kec. Cianjur, Kabupaten Cianjur(KOMPAS.com / Gabriella Wijaya) Namun pada masa awal orde baru, gedung tersebut diserahkan kepada pemda Cianjur. "Selanjutnya digunakan menjadi perkantoran instansi-instansi pemerintah BP 7, Dinas Pariwisata dan sebagainya. Sejak tahun 2000 dialihfungsikan sebagai Bale Seni, sekretariat Dewan Kesenian Cianjur dan stasiun radio daerah," papar Luki. Pada tahun 2010, karena Gedung Ampera dulunya didirikan oleh Teng Tjai atas dana pribadi, keluarga Teng Tjai hendak mengambil alih Gedung tersebut dan mengalihfungsikan Gedung Ampera sebagai pusat perbelanjaan. Namun, menurut Luki, beberapa aktivis dan budayawan menentang hal tersebut. Gedung Ampera ini pun tetap berfungsi sebagai tempat pertunjukkan dan kerap disewakan. Hingga saat ini Gedung Ampera masih digunakan sebagai sarana pertunjukkan dan disewakan untuk masyarakat yang ingin mengelar acara di sana. Baca juga: Mengunjungi Bumi Ageung, Saksi Bisu Perjuangan Kemerdekaan di Cianjur "Sejak tahun 2010, mereka (keluarga Teng Tjai) belum ada aksi lagi. Karena selalu didemo aktivis berbagai kalangan," kata Luki.   Lihat Foto Bagian dalam Gedung Ampera yang sudah ditumbuhi rumput liar.(Kompas.com / Gabriella Wijaya) Namun di tengah pertikaian tersebut, sebenarnya gedung yang berada di jalan Suroso, Solokpandan, Cianjur itu berada di bawah naungan Kepala Bagian Umum, Pemerintahan Daerah Cianjur. Kondisi Gedung Ampera saat ini kurang terurus. Bagian dalamnya ditumbuhi tumbuhan liar dan bagian atap banyak yang berlubang. Belum lagi cat tembok yang sudah mengelupas dan berganti warna karena termakan waktu. Kondisi tersebut dikarenakan usia Gedung Ampera yang sudah tua dan kurangnya perhatian.


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gedung Ampera, Gedung Bersejarah di Cianjur yang Terbengkalai", Klik untuk baca: https://travel.kompas.com/read/2019/10/15/095022627/gedung-ampera-gedung-bersejarah-di-cianjur-yang-terbengkalai?page=all.
Penulis : Yana Gabriella Wijaya
Editor : Ni Luh Made Pertiwi F.

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L